Tahukah kamu bahwa 87% generasi milenial dan Gen Z Indonesia masih menggunakan produk skincare lokal meski dibanjiri produk luar? Data Populix Mei 2025 ini membuktikan loyalitas luar biasa terhadap brand dalam negeri. Di tengah pasar beauty Indonesia yang tumbuh 16% per tahun—empat kali lebih cepat dari FMCG secara keseluruhan—Gen Z menjadi penggerak utama transformasi industri kecantikan dan fashion bernilai miliaran dolar.
Gaya Hidup Gen Z Self Care Beauty Fashion 2025 Indonesia kini didorong oleh kesadaran yang lebih tinggi terhadap kesehatan mental, preferensi pada produk berkelanjutan, dan kecintaan pada brand lokal. Dengan lebih dari setengah populasi Indonesia berusia di bawah 30 tahun, generasi ini tidak hanya menjadi konsumen terbesar—mereka mengubah aturan main industri beauty dan fashion secara fundamental.
Skinimalism: 86% Gen Z Prioritaskan Skincare dari Makeup

Survei Jakpat 2023 mengungkap 86% Gen Z menganggap skincare lebih penting dibanding makeup. Pergeseran mindset ini dramatis—Gen Z cenderung menggunakan 4-5 produk makeup di 2023, turun dari 5 produk di 2022. Mereka fokus pada kesehatan kulit jangka panjang ketimbang hasil instan yang superficial.
Rutinitas pagi Gen Z wanita melibatkan 5 produk esensial: facial wash, toner, moisturizer, sunscreen, dan serum. Malam hari lebih intensif dengan 6 produk termasuk micellar water dan acne spot treatment. Yang menarik, 97% Gen Z menganggap skincare sebagai investasi, bukan pengeluaran konsumtif—paradigm shift dari generasi sebelumnya yang melihat beauty sebagai kemewahan.
Tren ini didukung riset DSG Consumer Partners yang menemukan beauty telah bertransisi dari kategori luxury menjadi necessity di kalangan Gen Z. Mereka rela mengalokasikan porsi signifikan penghasilan untuk produk yang memberikan manfaat nyata—bukan sekadar packaging cantik atau hype di media sosial.
Fakta Penting: Gen Z Indonesia menghabiskan rata-rata 7.6 jam screen time per hari, dimana sebagian besar digunakan untuk riset produk skincare sebelum membeli—menunjukkan mereka adalah konsumen yang sangat educated dan kritis.
Brand Lokal Mendominasi: Skintific & Somethinc Kuasai Market Share

Fenomena brand lokal yang mengalahkan kompetitor internasional terjadi di Indonesia. Data Compas Q1 2025 menunjukkan Skintific meraih market share 4.10% sebagai brand terlaris di Shopee, diikuti MS Glow, Somethinc, dan Make Over. Ini pencapaian luar biasa mengingat mereka bersaing dengan giant global seperti Garnier dan L’Oréal.
Riset Populix Mei 2025 membuktikan 87% Gen Z dan milenial menggunakan produk skincare lokal, meski Korea Selatan masih menjadi rujukan tren (31% responden). Kesenjangan ini menciptakan peluang bagi brand lokal yang bisa mengadopsi inovasi Korea sambil memahami kebutuhan kulit tropis Indonesia.
Keunggulan brand lokal terletak pada tiga hal: pemahaman mendalam tentang skin concern lokal (jerawat, minyak berlebih akibat iklim tropis), price point yang accessible (mayoritas produk di bawah Rp 150.000), dan marketing yang sangat engage dengan consumer melalui TikTok dan Instagram. 65% responden mengaku terinspirasi dari social media untuk tren perawatan wajah.
Brand seperti Wardah—pionir halal cosmetics—terus menguasai pasar dengan memanfaatkan tren halal certification yang menjadi faktor penting. Dengan kebijakan 2026 yang mewajibkan label “non-halal” bagi produk tanpa sertifikasi, brand lokal yang sudah halal-certified memiliki competitive advantage signifikan.
Thrifting Boom: 49.4% Masyarakat Indonesia Pernah Thrifting

Industri thrift fashion Indonesia mengalami ledakan popularitas. Data BPS melalui Pusat Sistem Data Informasi Kementerian Perdagangan menunjukkan impor produk tekstil jadi dan pakaian bekas mencapai US$78,19 juta dari Januari hingga Juli 2025, naik 17,33% dari periode sama tahun lalu. Angka ini tidak termasuk transaksi lokal preloved yang nilainya jauh lebih besar.
Menurut data terbaru, 49,4% masyarakat Indonesia pernah melakukan thrifting—angka fantastis yang menunjukkan normalisasi fashion secondhand. Gen Z mendominasi segmen ini karena tiga alasan utama: budget-friendly (harga 70-90% lebih murah dari baru), unique style (item vintage yang tidak dimiliki orang lain), dan environmental consciousness.
Metro Atom di Pasar Baru Jakarta menjadi mecca thrifting dengan lebih dari 200 seller di satu lantai. Roy Tambunan, penjual thrift, mengungkapkan sekitar 40% pembeli adalah thrift hunters, mayoritas anak muda. Mereka mencari vintage jeans, winter jackets, dan branded items dari Jepang dan Korea dengan kondisi prima setelah dry-cleaning.
Namun, pemerintah mengambil langkah tegas terhadap impor thrift. Antara Oktober 2024 dan Oktober 2025, pemerintah menyita 21.054 bal pakaian bekas impor senilai Rp120,6 miliar. Kebijakan ini untuk melindungi industri tekstil lokal yang market share-nya turun 15-20% akibat thrift impor. Respons Gen Z? Beralih ke local preloved marketplace seperti Carousel yang tetap legal dan mendukung circular economy.
Mental Health Crisis: 60% Gen Z Khawatir Soal Masa Depan

Gaya Hidup Gen Z Self Care Beauty Fashion 2025 Indonesia tidak bisa dilepaskan dari konteks mental health mereka. Survey Jakpat terhadap 1.155 Gen Z mengungkap 3 dari 5 Gen Z sering mengalami mood swings mendadak, dan lebih dari setengah mengalami gangguan tidur. Ini alarm serius tentang wellbeing generasi muda.
60% Gen Z mengaku khawatir tentang masa depan, sementara 57% merasa tertekan karena masalah finansial. Tekanan ini datang dari berbagai sumber: standar hidup tinggi di media sosial, persaingan kerja brutal, dan ketidakpastian ekonomi. Bagi Gen Z yang sudah memiliki anak, 54% mengalami stress karena kurangnya “me time.”
Namun ada sisi positif: survei Kementerian Kesehatan dan Katadata Insight Center 2025 mencatat 72% masyarakat urban Indonesia kini menganggap menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Stigma terhadap terapi dan konseling memudar—4 dari 10 responden mengaku pernah berkonsultasi ke psikolog dalam setahun terakhir.
Generasi ini merespons dengan self-care yang lebih serius. Mereka mengadopsi digital wellness apps, meditation practices, dan mencari produk beauty dengan klaim “stress-relief” dan “calming.” 64% anak muda Indonesia berusia 18-25 tahun merasa “tidak tahu arah hidupnya” meski aktif di dunia digital—paradox yang mendorong pencarian makna melalui praktik self-care holistik.
Data Penting: Indonesia mencatat 671 kasus bunuh diri dan 5.116 percobaan bunuh diri pada 2020 menurut BPS—angka yang memicu gerakan mental health awareness yang lebih massive di kalangan Gen Z.
Sunscreen Revolution: Pertumbuhan 70% dalam Nilai Penjualan
Revolusi sunscreen terjadi di Indonesia. Sunscreen menjadi bagian skincare dengan pertumbuhan tercepat, mencatat peningkatan 70% dalam nilai penjualan. Ini bukan trend sesaat—ini fundamental shift dalam pemahaman Gen Z tentang skin health dan anti-aging.
Yang dahulu dianggap “ribet” dan optional, kini sunscreen menjadi non-negotiable step dalam morning routine. 54% responden menyebut sunscreen sebagai produk yang sering dibeli, menempati peringkat kedua setelah cleanser (63%). Gen Z memimpin adopsi ini, didorong oleh edukasi massive dari dermatologist dan beauty influencer di TikTok tentang bahaya UV exposure.
Brand lokal merespons dengan inovasi produk sunscreen yang sesuai iklim tropis: tekstur ringan, tidak whitecast, dan tahan keringat. Azarine, Skintific, dan Somethinc meluncurkan formula khusus untuk kulit berminyak dan lembap Indonesia—solving pain point utama konsumen yang selama ini menghindari sunscreen karena tekstur berat produk luar.
Trend ini juga didorong rising awareness tentang premature aging dan skin cancer risk. Gen Z yang tumbuh dengan akses informasi unlimited lebih memahami long-term impact dari UV damage. Mereka tidak mau mengulang “kesalahan” generasi sebelumnya yang mengabaikan sun protection.
Chinese Beauty Rising: Market CAGR 10.1% hingga 2035
Fenomena baru yang mengubah landscape beauty Indonesia adalah ekspansi aggressive Chinese beauty brands (C-beauty). Market C-beauty di Indonesia mempertahankan CAGR 10,1% dari 2025 hingga 2035, didorong oleh affordability, halal labeling, dan strategi penjualan digital-first.
Lebih dari 60% konsumen wanita muda menggunakan kosmetik China, dengan TikTok Shop dan Shopee sebagai platform pembelian utama. Brand seperti Focallure, O.TWO.O, Colorkey, dan Pinkflash menguasai 16% penjualan lip dan eye makeup di 2024 dengan produk di range Rp 30.000-85.000.
Yang menarik, Bioaqua dan JOMTAM yang registrasi lokal merepresentasikan lebih dari 12% market share di segmen skincare affordable di zona urban sekunder. Mereka masuk dengan strategi cerdas: packaging aesthetic Instagram-worthy, starter kits untuk Gen Z pemula, dan harga jauh di bawah K-beauty yang selama ini mendominasi affordable segment.
C-beauty mengisi gap yang ditinggalkan K-beauty: mereka lebih murah (produk di bawah Rp 70.000), accessible di e-commerce lokal, dan sering sudah Bahasa-labeled. Namun tantangannya adalah persepsi kualitas—Gen Z masih skeptis dengan ingredient safety dan durability produk China. Brand yang succeed adalah yang transparan dengan ingredient list dan dapat sertifikasi halal lokal.
E-Commerce Domination: 60%+ Transaksi Beauty via Shopee
Revolusi digital commerce mengubah total cara Gen Z berbelanja beauty. Shopee mempertahankan posisi dominan dengan menguasai lebih dari 60% total GMV beauty e-commerce Indonesia di Juli 2025. Ini bukan sekadar platform jual-beli—Shopee menjadi discovery engine utama untuk beauty products.
TikTok Shop dan Tokopedia secara kolektif menguasai 34%, memperkuat posisi mereka sebagai kelompok challenger utama. TikTok khususnya mengubah game dengan social commerce: Gen Z discover produk lewat beauty influencer, langsung bisa checkout tanpa keluar app. Impulse buying meningkat drastis dengan model ini.
Kategori terlaris mencerminkan prioritas Gen Z: Lipstick tetap menjadi subkategori terbesar dalam kosmetik dan overall beauty dengan kontribusi 18,3% dari total GMV, diikuti Facial Cleanser (13,9%), Facial Moisturizer (13,8%), Sunscreen (11,5%), dan Serum & Essence (11,4%).
Yang unik dari Gen Z shoppers: mereka sangat research-intensive. Gen Z boasts screen time tertinggi di region dengan rata-rata 7,6 jam di Indonesia, dimana porsi signifikan digunakan untuk riset produk, baca review, dan hunt diskon. Mereka membandingkan harga lintas platform, stalking review produk di berbagai website, dan hanya membeli setelah yakin 100%.
Live commerce juga booming—beauty brands yang rutin live streaming di TikTok dan Shopee report conversion rate 3-5x lebih tinggi dibanding listing biasa. Gen Z tertarik dengan format interaktif dimana mereka bisa tanya langsung, lihat produk demo real-time, dan dapat flash sale eksklusif.
Baca Juga Eco Trail Hiking Nusantara
Data-Driven Beauty & Fashion Revolution
Gaya Hidup Gen Z Self Care Beauty Fashion 2025 Indonesia adalah hasil dari konvergensi multiple forces: digitalisasi massive, rising mental health awareness, environmental consciousness, dan kecintaan pada local brands. Mereka adalah generasi paling educated dalam beauty history—riset sebelum beli, prioritaskan ingredient over brand name, dan tidak malu membeli secondhand untuk sustainability.
Industry players yang thrive adalah mereka yang transparent dengan ingredient list, accessible di multiple e-commerce platform, engage aktif di social media, dan genuinely care tentang customer wellbeing—bukan hanya chase profit. Gen Z Indonesia membuktikan mereka adalah consumers dengan purpose: 87% loyal ke brand lokal, 49.4% adopt thrifting untuk sustainability, dan 86% prioritaskan skincare sebagai long-term investment.
Dengan beauty market tumbuh 16% annually dan Gen Z sebagai demographic dividend hingga 2040, masa depan industri beauty dan fashion Indonesia sangat promising—asalkan brand mau mendengarkan dan adapt dengan values serta behavior generation ini.
Pertanyaan untuk kamu: Dari 7 tren berbasis riset di atas, mana yang paling resonates dengan lifestyle kamu? Apakah kamu bagian dari 87% yang loyal ke brand lokal, atau 49.4% yang aktif thrifting? Share pengalaman dan observasimu di kolom komentar—let’s learn from each other! 💚✨